Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling ber interaksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri
yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari
segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)
Geriatri
adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada
lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Sementara Psikogeriatri
adalah cabang ilmu
kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan
jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Psikologi Lansia
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
- Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.
- Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
- Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
- Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia.
Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para
lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa
faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa
mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah
orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya
tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin
rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang
yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat
ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan
suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi
psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk
mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan
metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi :
misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang
sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu,
seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
- Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
- Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
- Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
- Pasangan hidup telah meninggal.
- Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
Pada
umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga
menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara
fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan
adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe
kepribadian lansia sebagai berikut:
- Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
- Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
- Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
- Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
- Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
Pada
umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau
jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,
kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi
setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana
menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi
masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan,
ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif
maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan
dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun
lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang
benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri,
bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh
gaji penuh.
Persiapan tersebut
dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing
orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan
positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa
lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya
masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri
yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model
pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan
yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup
menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak
membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna,
menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
Akibat
berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang,
penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan
keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka
melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan
semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang
terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan
menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam
menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak
saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan
penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya
keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan
hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi
hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
0 komentar:
Posting Komentar