Konsep
Evaluasi Pembelajaran
Arikunto
menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai. Sedangkan
Wiersma dan Jurs membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka
berpendapat bahwa evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan
mungkin juga testing, yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pengukuran
adalah pemerolehan data individu secara numeric sehingga dapat menentukan
kedudukan seseorang berdasar ciri–ciri tertentu yang akan diukur. Sedangkan
penilaian merupakan pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk
yang bersifat kualitatif (Suharsimi Arikunto, 1990 : 3). Groundlund (1985 : 1)
menyatakan many of the instructional
decisions a teacher makes depend on informal classroom observation. Pandangan
ini menunjukan bahwa keputusan–keputusan pembelajaran yang dilakukan guru
tergantung pada informasi informal pengamatan kelas, artinya guru memutuskan bagaimana
pembelajaran dilaksanakan, pemilihan strategi, metode ditentukan sejauh mana
guru memperoleh informasi berdasar pengamatannya di kelas. Untuk memperoleh
informasi lengkap guru memerlukan berbagai kegiatan, salah satunya adalah
evaluasi. Evaluasi memberikan banyak informasi, antara lain; kemampuan awal,
kebutuhan, dan tingkat perkembangan belajar murid. Dengan dilakukan evaluasi
kita dapat mendeskripsikan kemampuan belajar siswa, mengetahui tingkat
keberhasilan proses belajar mengajar di kelas, menentukan tindak lanjut hasil penilaian serta
memberikan pertanggung jawaban.
Macam–macam Evaluasi antara lain;
evaluasi formatif, sumatif, diagnostik. Evaluasi formatif adalah evaluasi
yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan/topik, dan
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah
berjalan sebagaimana yang direncanakan. Dari hasil evaluasi ini akan diperoleh
gambaran siapa saja yang telah berhasil dan siapa yang dianggap belum berhasil
untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari
evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus
yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok
bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan
pada topik berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih
akan diberikan pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan
pendalaman dari topik yang telah dibahas. Evaluasi sumatif adalah evaluasi
yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup
lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana
peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Evaluasi
diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui
kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat
diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam
beberapa tahapan, baik pada tahap awal, selama proses, maupun akhir
pembelajaran. Pada tahap awal dilakukan terhadap calon siswa sebagai input.
Dalam hal ini evaluasi diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal
atau pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses
evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana yang masih
belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi bantuan secara dini
agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi
diagnostik ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi
yang telah dipelajarinya.
Hasil
dari dari evaluasi dapat digunakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
kurikulum yang akan digunakan sebagai pedoman pembelajaran dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan. Implementasi kurikulum dalam pembelajaran akan
dapat diketahui efektivitasnya, jika kita mengadakan evaluasi. Evaluasi dapat
meliputi keseluruhan kurikulum pada tingkat nasional, daerah, atau sekolah atau
kelas atau mata pelajaran. Untuk itu evaluasi harus otentik. Evaluasi dikatakan
otentik apabila perencanaan, komprehensif, penyusunan, pelaksanaan, pensekoran
dan interpretasi evaluasi benar – benar kondisi asli. Evaluasi tidak kena bias
atau penyimpangan, misalnya : evaluasi sengaja dibuat mudah, pelaksanaan
memungkinkan individu tidak bekerja dengan kemampuannya, pensekoran tidak
ditambah atau dikurangi, tidak terbias hubungan saudara, keadaan individu
memang dalam keadaan siapa melaksanakan evaluasi.
Di
sekolah dasar digunakan skala sebelas, yaitu : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10, namu
pada kenyataannya angka–angka yang digunakan sebagai simbol nilai hanya 6, 7, 8
sebgai simbol dominan dan 4, 5, 9 sangat jarang, dan 0, 1, 2, 3, 10 tidak pernah
digunakan. Hal tersebut dengan pertimbangan administratif managerial dibanding
pertimbangan penilaian pendidikan yang sebernarnya. Penggunaan skala yang tidak
seragam menyebabkan rancunya informasi bagi guru, siswa dan orang tua. Dengan
demikian perlu adanya penggunaan skala yang dilakukan secara konsekuen untuk
penilaian, jika penilaian akan digunakan dengan pengangkaan (kuantifikasi
nilai), sehingga kita dapat mengartikan angka-angka yang digunakan menjadi
bermakna.
0 komentar:
Posting Komentar