Selasa, 05 Juni 2012

PENTINGNYA PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI GURU/CALON GURU SEKOLAH DASAR

KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF

A.      Landasan Yuridis (Hukum)
UUD 45 pasal 31  tentang hak setiap warga Negara untuk mendapat pendidikan. UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 32 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pendidikan kebutuhan khusus berasumsi bahwa perbedaan-perbedaan manusia itu normal adanya dan bahwa oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kebutuhan anak bukannya anak yang disesuaikan dengan kecepatan dan hakikat proses belajar. Pedagogik yang berpusat pada anak itu menguntungkan bagi semua siswa dan pada gilirannya menguntungkan bagi masyarakat secara keseluruhan hal tersebut dapat sangat mengurangi angka droup-out dan tinggal kelas dan sekali gus juga menjamin tercapainya tingkat prestasi rata-rata yang lebih tinggi. Lebih jauh sekolah yang berpusat pada diri anak merupakan tempat berlatih yang baik bagi masyarakat yang berorientasi pada orang, yang menghargai adanya perbedaan-perbedaan serta menjunjung harga diri semua umat manusia.
Prinsip mendasar dari sekolah inklusif adalah bahwa, selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari pada siswanya.
B.       Landasan filosofis (Nilai ideal negara Indonesia)
Nilai Religius (Berbagai Ayat suci Al Qur’an yang bernuansa Inklusi). Nilai religius yang dapat digali pada ayat suci Allah di dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa Tuhan menyatakan semua makhluk itu sama. Beberapa ayat yang dapat dijadikan pedoman antara lain :
At Tin ayat 4 yang berbunyi : ..sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Al Hujarat ayat 11, 13 yang berbunyi : ..hai orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) … manusia diciptakan berbagai bangsa untuk kenal mengenal … (ayat 13).
Nilai Negara Pancasila Indonesia yang memiliki nilai ideal yaitu Pancasila yang dibangun di atas nilai-nilai religius dan materialis percaya bahwa Tuhan itu maha pencipta dengan segala keberadaannya. Termasuk dalam menciptakan anak berkebutuhan khusus. Setiap makhluk hidup memiliki kesamaan derajat dengan makhluk ciptaan lainnya walaupun pada dasarnya seluruh ciptaan tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan.
Dalam Pancasila anak luar biasa dipandang sebagai ciptaan yang suci, mulia dan sama derajatnya dengan ciptaan Tuhan yang lain. Mereka harus mendapat perlakuan yang adil, baik dalam keluarga, masyarakat, atau di sekolah. Oleh sebab itu anak yang berkebutuhan khusus perlu mendapat perlindungan, pemeliharaan dan kasih sayang, karena itulah tugas serta tanggung jawab dari setiap manusia di dunia ini.
Menurut Befring ( Menuju Inklusi, 68 ), kunci dasar pendidikan adalah penghargaan bagi setiap siswa dan variasi dipandang sebagai sumber daya bukannya sebuah masalah. Pada sekolah inklusi anak berkebutuhan khusus akan berkembang melalui pengajaran dan dukungan dari teman sebayanya. Jadi pendidikan inklusi merupakan refleksi pandangan moral yang memberikan penghargaan atas perbedaan. Sehingga siswa dapat belajar satu sama lain karena hal itu akan mereka lakukan pada dunia nyata.




C.      Makna Pendidikan Inklusi
Inklusi berasumsi bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu cara yang lebih baik, yang dapat memberikan keuntungan bagi setiap orang, bukan hanya anak?anak yang diberi label sebagai yang memiliki suatu perbedaan. Inklusi dapat dipandang sebagai suatu proses untuk menjawab dan merespon keragaman di antara semua individu melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan mengurangi ekslusi baik dalam maupun dari kegiatan pendidikan.
Pendidikan inklusi berkenaan dengan aktivitas memberikan respon yang sesuai kepada spektrum yang luas dari kebutuhan belajar baik dalam setting pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan inklusi merupakan pendekatan yang memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga mampu merespon keragaman siswa. Pendidikan inklusi   bertujuan dapat memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman dengan keragaman dan melihatnya sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, dan pada suatu problem.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi   adalah proses pendidikan yang memungkinkan semua anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas reguler, tanpa memandang kelainan, ras, atau karakteristik lainnya.
D.      Tujuan Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi   memberikan berbagai kegiatan dan pengalaman, sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dan berhasil dalam kelas reguler yang ada di sekolah tetangga atau sekolah terdekat. Dengan demikian kehadiran pendidikan inklusi   berpotensi mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi setiap anak dengan segala keragamannya, terutama anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusi   adalah sebuah proses pendidikan bagi semua anak. Hal ini melibatkan semua anak tanpa menghiraukan bagaimana kondisi siswa. Sehingga, penyesuaian pendidikan harus dirancang berdasarkan pada kebutuhan khusus dari semua anak. Pendidikan inklusi   mengandung konsekuensi bahwa dibutuhkan adanya perubahan di sekolah maupun di lembaga pendidikan lainnya. Pertama, perubahan harus ditekankan lebih pada pengembangan kesadaran sosial, termasuk di dalamnya pengembangan kontak dan komunikasi di antara siswa. Kedua, penyesuaian dari isi pembelajaran. dalam rangka menciptakan pendidikan yang lebih bermakna bagi setiap pribadi siswa mesti dilakukan secara baik.
Dengan demikian maka tujuan pendidikan inklusi   ini berarti menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana sosial kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku.












BATASAN, FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK ABK

A.      Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak dengan kebutuhan khusus (children with special needs) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut:
a.       Disability: keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu.
b.      Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ.
c.       Handicap: Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
 Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua kategori yaitu anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen akibat kelainan tertentu, dan temporer yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan oleh situasi dan kondisi lingkungan. Anak dengan kebutuhan khusus temporer misalnya ketika ia kesulitan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru akibat kerusuhan, bencana alam, atau anak yang kesulitan membaca akibat kekeliruan guru dalam mengajar, anak yang mengalami kedwibahasaan, dan hambatan belajar serta perkembangan akibat pengaruh isolasi budaya dan masalah social ekonomi. Anak berkebutuhan temporer masih dapat diupayakan menjadi anak yang normal, namun apabila tidak mendapatkan penanganan khusus yang tepat dan sesuai dengan kelainan yang disandangnya, dapat berubah menjadi permanen.
Baik anak berkebutuhan khusus permanen maupun temporer memiliki perkembangan hambatan belajaran dan kebutuhan yang berbeda-beda, yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor lingkungan, faktor personal dari dalam diri anak sendiri, dan kombinasi antara keduanya (lingkungan dan personal).


B.       Istilah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Beberapa istilah anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen antara lain:
a.       Anak Tunanetra, yaitu anak yang mengalami gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh (blind) atau sebagian (low vision).
b.      Anak Tunarungu, adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik sebagian (hard of hearing) atau menyeluruh (deaf) dan biasanya memiliki hambatan dalam berbahasa dan berbicara.
c.       Anak Tunagrahita, adalah anak yang memiliki intelegensia yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
d.      Anak Tunadaksa, adalah anak yang memilki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-mosculer (syaraf otot) dan struktur tulang yang bersifat bawaan seperti cerebral palsy (kelainan syaraf otak), dan kelumpuhan akibat penyakit polio.
e.       Anak Tunalaras, adalah anak yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol social
                                 i.      Anak dengan gangguan perilaku
1.      Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan
2.      Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang
3.      Ank dengan gangguan perilaku taraf berat
                               ii.      Anak dengan gangguan emosi
1.      Anak dengan gangguan emosi taraf ringan
2.      Anak dengan gangguan emosi taraf sedang
3.      Anak dengan gangguan emosi taraf berat
f.       Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH)  atau Attention and Hyperactivity Disorder (ADHD), adalah anak yang mempunyai kelainan mekanisme tertentu pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan anak menjadi hiperaktif, tidak bisa beristirahat, berperilaku tidak sabaran, kesulitan untuk memusatkan perhatian dan impulsif.
g.      Anak Autis, adalah suatu kondisi yang dialami seorang anak sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak mampu membentuk hubungan sosial atau berkomunikasi.
h.      Anak Tunaganda, adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan pendampingan, pelayanan pendidikan khusus dan alat bantu belajar yang lebih khusus lagi.
i.        Anak lamban belajar (slow learner), adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata, tetapi belum termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik
j.        Anak dengan kesulitan belajar (learning disability), adalah anak yang mengalami kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan dan akademik.
k.      Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami masalah dalam berbahasa, berbicara dan mendengar.
l.        Anak yang memiliki potensi kecerdasan di atas rata-rata dan/atau bakat istimewa (gifted and talented) adalah anak dengan potensi kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual istimewa.
                                 i.      Cerdas istimewa (gifted and genius) yaitu andak dengan IQ di atas rata-rata
                               ii.      Bakat istimewa (talented) yaitu anak dengan bakat khusus baik akademik atau non akademik

C.      Faktor-faktor yang Menyebabkan Tunagrahita 
Menurut Kaplan 1997 gangguan mental rendah atau tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa factor, yaitu:
a.       Genetik (Kromosom Bawaan), meliputi:
                                 i.      Sindroma down (mongoloid) dengan karakteristik mata yang sipit, dan hidung yang pesek. Faktor penyebab dalam gangguan kromosom, diantaranya yaitu bertambahnya usia ibu, dan radiasi sinar-X. Orang dengan sindroma down menunjukkan pemburukan yang jelas dalam bahasa, daya ingat, keterampilan merawat diri sendiri, dan memecahkan masalah dalam usia 30 tahunan.
                               ii.      Sindroma X rapuh merupakan penyebab tunggal kedua pada tunagrahita. Sindroma ini disebabkan dari mutasi pada kromosom X yang diketahui sebagai tempat rapuh. Ciri yang terlihat adalah kepala yang besar dan panjang dan perawakan pendek. Ciri perilaku orang dengan sindroma ini adalah tingginya angka hiperaktivitas dan gangguan belajar.
                             iii.      Sindroma Prader-Willi, merupakan akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15. Orang-orang dengan sindroma ini menunjukkan perilaku makan yang terlalu dan seringkali obesitas, tunagrahita,  perawakan pendek, hipotonia, tangan dan kaki yang kecil.
                             iv.      Sindroma tangisan kucing (cat cry syndrome). Anak-anak dengan sindroma ini kehilangan bagian kromosom 5. Mereka seringkali mengalami penyimpangan kromosom, seperti telinga yang letaknya rendah, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang karakteristik disebabkan oleh kelainan laring, dan sindroma ini menghilang seiring dengan bertambahnya usia.

b.      Faktor genetik lain, meliputi:
                                 i.      Femilketonuria (PKU), merupakan gangguan metabolisme bawaan. Sebagian besar pasien ini mengalami tingkat keparahan tunagrahita yang berat, tetapi beberapa dilaporkan mengalami kecerdasan yang normal. Gambaran anak dengan PKU adalah hiperaktif  dan menunjukkan gerakan yang aneh pada tubuhnya dan memuntir tangan, perilaku mereka terkadang menyerupai anak yang autis. Komunikasi verbal dan nonverbal  biasanya terganggu.
                               ii.      Gangguan Rett, merupakan sindroma tunagrahita dominan terkait-X yang degeneratif dan hanya mengenai wanita. Pemburukan keterampilan komunikasi perilaku motorik, dan fungsi sosial dimulai pada usia 1,5 tahun.
                             iii.      Neurofibromatosis, merupakan sindroma neurokutaneus yang paling sering disebabkan oleh gen dominan tunggal. Gangguan ini mungkin diturunkan, atau mungkin juga karena mutasi gen yang baru.
                             iv.      Sklerosis tuberosis merupakan sindrom neurokutaneus yang kedua. Angka autisme yang lebih tinggi dibandingkan gangguan intelektual akan menyebabkan orang memperkirakan gangguan ini. 
                               v.      Sindroma Lesch-Nyhan, merupakan suatu gangguan yang jarang disebabkan oleh defisiensi suatu enzim yang terlibat dalam metabolisme urin. Sindroma ini disertai dengan menggigit mulut dan jari-jari. 
                             vi.      Adrenoleukodistrofi, menyebabkan gangguan visual dan intelektual, kejang, dan perkembangan menuju kematian.
                           vii.      Penyakit urin sirup maple, gejala klinis dari penyakit urin sirup maple tampak selama minggu pertama kehidupan. Bayi memburuk dengan cepat dan mengalami  kejang, iregularitas pernapasan, dan hipoglikemia. 
                         viii.      Gangguan defisiensi enzim lain:
1.      Pada masa sebelum kelahiran (pra-natal)meliputi:
a.       Infeksi Rubella (cacar Jerman), Rubella telah menggantikan sifilis sebagai penyebab utama  tunagrahita yang disebabkan oleh infeksi maternal..
b.      Penyakit inklusi sitomegalik, anak-anak dengan tunagrahita dari penyakit ini  seringkali memiliki klasifikasi serebral,  atau hidrosefalus.
c.       Sifilis, sifilis pada wanita hamil dahulu merupakan penyebab utama berbagai perubahan pada keturunannya, termasuk tunagrahita.
d.      Toxoplasmosis, dapat ditransmisikan dari ibu kepada janinnya. Penyakit ini menyebabkan tunagrahita ringan atau berat, dan pada kasus yang berat, meyebabkan hidrosefalus dan kejang. 
e.       Herpes simpleks, dapat ditransmisikan transplasental, walaupun cara yang paling sering adalah selama kelahiran.  
f.       Sindroma AIDS, menyebabkan banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah lahir cukup bulan karena terjadi lahir mati dan abortus spontan.
g.      Sindroma alcohol janin, seringkali, anak yang terkena, mengalami gangguan belajar dan gangguan defisit atensi/hiperaktivitas. 
h.      Pemaparan zat prenatal, pemaparan prenatal seperti heroin, oplate, seringkali menyebabkan seorang bayi yang kecil untuk usia kehamilannya, dengan lingkaran kepala di bawah persentil ke-10.
i.        Penyulit kehamilan, toksemia pada kehamilan dan diabetes maternal yang tidak terkendala memberikan bahaya bagi janin dan kadang-kadang menyebabkan tunagrahita. 
2.      Pada saat kelahiran (perinatal) tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir premature.
3.      Pada saat setelah lahir (post-natal) penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya; meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi (kekurangan gizi), cedera kepala yang disebabkan karena kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan kecacatan mental.
4.      Faktor Sosiokultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia. Tunagrahita biasanya secara bermakna menonjol di antara orang kelompok sosioekonomi rendah dan banyak saudaranya yang terkena tunagrahita. Kehamilan pada remaja juga sering menjadi penyebab tunagrahita.

D.      Faktor-faktor yang Menyebabkan Tunadaksa 
Penyebab tunadaksa dilihat saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada:
a.       Sebab sebelum lahir, antara lain : terjadi infeksi penyakit, kelainan  kandungan, kandungan radiasi, saat mengandung mengalami trauma (Kecelakaan). 
b.      Sebab pada saat kelahiran, antara lain : proses kelahiran terlalu lama, proses kelahiran yang mengalami kesulitan, pemakaian Anestasi yang melebihi ketentuan. 
c.       Sebab setelah proses kelahiran, antara lain : Kecelakaan, lnfeksi penyakit dan ataxia.
KARAKTERISTIK ABK

A.      Karakteristik ABK dengan Gangguan Penglihatan
Anak dengan gangguan pengelihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan daya pengelihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.
Layanan khusus dalam pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang buta, dan bagi yang sedikit pengelihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu diperlukan latihan orientasi dan mobilitas. Untuk mengenali mereka, kita dapat melihat ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Kurang melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
b.    Kesulitan mengambil benda kecil yang ada di dekatnya.
c.    Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus.
d.    Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan.
e.    Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh atau bersisik kering.
f.     Tidak mampu melihat.
g.    Peradangan peda kedua bola mata.
h.    Mata bergoyang terus.

B.       Karakteristik ABK dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus. Ciri-ciri anak tunarungu adalah sebagai berikut:
a.       Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
b.      Banyak perhatian terhadap getaran.
c.       Terlambat dalam perkembangan bahasa.
d.      Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara.
e.       Terlambat perkembangan bahasa.
f.       Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
g.      Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara.
h.      Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh atau monoton.
Selain itu, anak tunarungu juga memiliki ciri-ciri:
a.    Fisik, kesan lahiriah tidak menampakan adanya kelainan pada anak.
b.    Kemampuan akademik, tidak berbeda dengan keadaan anak-anak normal pada umumnya.
c.    Motorik, sering anak tunarunggu kurang memiliki keseimbangan motorik dengan baik.
d.   Sosial-emosional, sering memperlihatkan rasa curiga yang berlebihan, mudah tersinggung.

C.      Karakteristik ABK dengan Gangguan Mental Rendah atau Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi sedangkan grahita berarti pikiran. Tunagrahita atau Retardasi Mental berarti keterbelakangan mental. Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (1993) Mendefinisikan tungrahita adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh daya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Sehingga dapat diketahui tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual dibawah rata-rata. Anak yang menderita tunagrahita kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

D.      Karakteristik ABK dengan Gangguan Motorik (Tunadaksa)
Gangguan perkembangan motorik sering diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan melimpah (overflow movements) misalnya ketika anak menggerakkan tangan kanan, tangan kiri ikut bergerak tanpa sengaja. Berbagai gejala gangguan perkembangan motorik anak dapat dikenali pada saat anak berolahraga, menari, atau menulis. Anak dengan gangguan motorik ini biasanya dikenal dengan Tunadaksa. Tuna berarti cacat, Daksa berarti tubuh 
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak (tulang, sendi, otot). Mereka mengalami kelainan gerak karean kelayuhan otot atau gangguan syaraf otak (disebut Cerebral Palsy/ CP), kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk, amputasi, polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik, tetapi masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedangkan yang memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Pengertian anak tunadaksa dapat dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi fungsi fisiknya, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya terganggu sehingga mengalami kelainan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Untuk meningkatkan fungsinya diperlukan program dan layanan pendidikan khusus.
Peristilahan dalam kelumpuhan dibagi menurut daerah kelumpuhannya. Kelumpuhan sebelah badan disebut hemiparalise, kelumpuhan kedua anggota gerak bawah disebut paraparalise.
Ciri-ciri anak tunadaksa:
a.       Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
b.      Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/ tidak sempurna/ lebih kecil dari biasa)
c.       Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/ tidak terkendali, bergetar)
d.      Terdapat cacat pada anggota gerak.
e.       Anggota gerak layu, kaku, lemah/ lumpuh.

 
KLASIFIKASI ABK

A.      Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan khusus temporer dan permanen. Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi:
a.      Anak dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)
Berdasarkan ukuran ketajaman pengelihatan, anak tuna netra dapat dibagi menjadi:
                             i.               Mampu melihat dengan ketajaman pengelihatan (acuity) 20/ 70 artinya anak tunanetra melihat dari jarak 20 feet atau 20 meter. Mereka digolongkan ke dalam low vision (keterbatasan pengelihatan).
                           ii.               Mampu membaca huruf paling besar di Snellen Chart dari jarak 20 feet (acuty 20/200 – legal blind) diketegorikan Buta. Ini berarti anak tuna netra melihat huruf E dari jarak 6 meter, sedangkan ana normal dari jarak 60 meter.
Anak dengan keterbatasan pengelihatan (low vision)
Karaktersistik anak yang memiliki keterbatasan pengelihatan (low vision):
                             i.               Mengenal bentuk atau objek dari berbagai jarak.
                           ii.               Menghitung jari dari berbagai jarak.
                         iii.               Tidak mengenal tangan yang digerakan.
                         iv.               Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu.
                           v.               Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
Kelompok yang mengalami keterbatasan pengelihatan berat (buta)
                             i.               Mempunyai persepsi cahaya (light perception).
                           ii.               Tidak memiliki persepsi cahaya (no light perception).
Dalam prespektif pendidikan, tunanetra dikelompokan menjadi:
                             i.               Mereka yang mampu membaca huruf cetak standar.
                           ii.               Mampu membaca huruf cetak stanadar, tetapi dengan bantuan kaca pembesar.
                         iii.               Mampu membaca huruf cetak dalam ukuran besar (ukuran huruf no. 18).
                         iv.               Mampu membaca huruf cetak secara kombinasi, cetakan regular dan cetakan besar.
                           v.               Menggunakan Braille tetapi masih bisa melihat cahaya.
Keterbatasan anak tunanetra:
                             i.               Keterbatasan dalam konsep dan pengalaman baru.
                           ii.               Keterbatasan dalam berinteraksi dalam lingkungan.
                         iii.               Ketarbatasan dalam mobilitas.

Kebutuhan pembelajaran anak tunanetra
Karena keterbatasan anak tunanetra seperti tersebut di atas maka pembelajaran begi mereka mengacu pada prinsip-prinsip senagai berikut:
                             i.               Kebutuhan akan pengalaman konkret.
                           ii.               Kebutuhan akan pengalaman yang terintegrasi.
                         iii.               Kebutuhan dalam berbuat dan bekerja dalam belajar.


Media belajar anak tunanetra dikelompokan menjadi dua yaitu:
                             i.               Kelompok buta dengan media penulisan Braille.
                           ii.               Kelompok low vision dengan media tulisan awas yang dimodifikasi (misalnya tipe huruf diperbesar dan penggunaan alat pembesar).
b.      Anak dengan gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan khusus.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
                           i.            Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
                         ii.            Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
                       iii.            Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
                       iv.            Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
                         v.            Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

c.       Klasifikasi ABK dengan Gangguan Mental Rendah atau Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi sedangkan grahita berarti pikiran. Tunagrahita atau Retardasi Mental berarti keterbelakangan mental. Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (1993) Mendefinisikan tungrahita adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh daya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Sehingga dapat diketahui tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual dibawah rata-rata. Anak yang menderita tunagrahita kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Seseorang dapat diukur tingkat kecerdasannya melalui tes intelegensi yang hasilnya disebut dengan IQ (intelligence quitient). Klasifikasi ABK dengan gangguan mental rendah (Tunagrahita) berdasarkan skor IQ sebagai berikut:
                           i.            Tunagrahita ringan memiliki IQ 50-70 (Mild atau Debil atau Moron atau Mampu Didik)
Anak tunagrahita ringan atau mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain membaca, menulis, dan berhitung, serta kepentingan kerja dikemudian hari.
                         ii.            Tunagrahita sedang memiliki IQ 25-50 (Imbecile atau Moderate atau Mampu Latih)
Anak tunagrahita sedang atau mampu latih (imbecile) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedimikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, ada beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, seperti belajar mengurus diri sendiri misalnya mandi, belajar menyesuaikan lingkungan rumah atau sekitarnya, dan mempelajari kegunaan ekonomi dimanapun ia berada.
                       iii.            Tunagrahita berat memiliki IQ dibawah 25 (Idiot atau Mampu Rawat)
Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. 


d.      Anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa (Gifted and Talented)
Anak yang memiliki potensi kecerdasan tinggi (giftted) dan Anak yang memiliki Bakat Istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak cerdas istimewa memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1)      Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2)      Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.
3)      Mempunyai inisiatif, kreatif dan original dalam menunjukan gagasan.
4)      Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logis, sitimatis dan kritis.
5)      Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan.
6)      Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati .
7)      Senang mencoba hal-hal baru.
8)      Mempunyai daya imajinasi dan ingatan yang kuat.
9)      Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecaha-pemecahan masalah.
10)  Cepat  menangkan hubungan sebab akibat.
11)  Tidak cepat puas.
12)  Lebih senag bergaul dengan anak yang lebih tua usianya.
13)  Dapat menguasai dengan cepat materi pelajaran.
e.       Anak dengan gangguan anggota gerak atau tunadaksa.
Klasifikasi anak tunadaksa berdasarkan kelainan pada sistem saraf pusat (Cerebral System Disorders) digolongkan menjadi :
1.      Penggolongan Celebrai palsy menurut derajat kecacatan meliputi:
                                          i.      Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat berbicara tegas dan dapat menolong dirinya sendiri.
                                        ii.      Golongan sedang ialah mereka yang membutuhkan treatment atau latihan untuk bicara, berjalan dan mengurus dirinya sendiri. 
                                      iii.      Golongan Berat, Golongan ini selalu membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara dan menolong diri sendiri.
2.      Penggologan Celebral Palsy menurut Topografi 
                                          i.      Monoplegia, adalah kecacatan satu anggota gerak, Al kaki kanan. 
                                        ii.      Hemiplegia, adalah lumpuh anggota gerak atas, dan bawah, Al Tangan kanan dan kaki kanan.
                                      iii.      Paraplegi, Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
                                      iv.      Diplegi, Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kaki kanan dan kiri. 
                                        v.      Quadriplegi, adalah kelumpuhan seluruhan anggota geraknya. 
3.      Penggolongan menurut Fisiologi (Motorik), meliputi :
Spastik, Atetoid, Ataxia, Tremor, Rigid dan Tipe campuran. 


f.       Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras)
Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M.C (1975) mengemukakan kedua klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
                            i.      The Semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
                          ii.      Children arrested at a primitive level of socialization, anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan kearah sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian dari orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini cenderung dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
                        iii.      Children with minimum socialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
1.      Neurotic behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah, agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
2.      Children with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan.

g.      Anak dengan kesulitan belajar spesifik (specific learning disability)
Secara garis besar kesulitan belajar menurut Mulyono Abdurrahman (1995:16-17) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu;
                           i.            Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities)
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik oleh orang tua maupun oleh guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik. Meskipun beberapa kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering berkaitan dengan kegagalan dalam pencapaian prestasi akademik, hubungan antara keduanya tidak selalu jelas.
                         ii.            Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities)
 Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis dan matematika. Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik.
h.      Anak autis
Autisme adalah suatu istilah atau nama yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan kelambatan perkembangan     sosial dan komunikasi yang berat.(Krik&Gallagher,1986:p 427). Anak yang mengalami autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain sehingga memberikan kesan tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan utama pada anak autistik adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering mengulang kata-kata (echolalia) dan melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang tertentu dan teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau perubahan, maka mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi ini juga sering terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada di tempat yang asing.(Rini Puspitaningrum,1992:p.4-7).















KESIMPULAN

Kunci dasar pendidikan adalah penghargaan bagi setiap siswa dan variasi dipandang sebagai sumber daya bukannya sebuah masalah. Perbedaan-perbedaan manusia itu normal dan oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kebutuhan anak bukannya anak yang disesuaikan dengan kecepatan dan hakikat proses belajar.
Dalam Pancasila anak luar biasa dipandang sebagai ciptaan yang suci, mulia dan sama derajatnya dengan ciptaan Tuhan yang lain. Mereka harus mendapat perlakuan yang adil, baik dalam keluarga, masyarakat, atau di sekolah. Oleh sebab itu anak yang berkebutuhan khusus perlu mendapat perlindungan, pemeliharaan dan kasih sayang, karena itulah tugas serta tanggung jawab dari setiap manusia di dunia ini.
Tujuan pendidikan inklusi yaitu menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana sosial kelas yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku.





DAFTAR PUSTAKA

Dr. Mulyono Abdurrahman, 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta.
Abdul Salim Choiri, Munawir Yusuf, Sunardi. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: FKIP UNS
IG. A. K. Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka
Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, dkk. 2002. Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung: CV. Maulana
http://pendidikankhusus.blogspot.com/2009/05/konsep-pendidikan-inklusi_17.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes