KONSEP
DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF
A.
Landasan
Yuridis (Hukum)
UUD
45 pasal 31 tentang hak setiap warga Negara
untuk mendapat pendidikan. UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 32 tentang
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.
Pendidikan kebutuhan khusus berasumsi bahwa perbedaan-perbedaan manusia
itu normal adanya dan bahwa oleh karenanya pembelajaran itu harus disesuaikan
dengan kebutuhan anak bukannya anak yang disesuaikan dengan kecepatan dan
hakikat proses belajar. Pedagogik yang berpusat pada anak itu menguntungkan
bagi semua siswa dan pada gilirannya menguntungkan bagi masyarakat secara
keseluruhan hal tersebut dapat sangat mengurangi angka droup-out dan tinggal
kelas dan sekali gus juga menjamin tercapainya tingkat prestasi rata-rata yang
lebih tinggi. Lebih jauh sekolah yang berpusat pada diri anak merupakan tempat
berlatih yang baik bagi masyarakat yang berorientasi pada orang, yang
menghargai adanya perbedaan-perbedaan serta menjunjung harga diri semua umat
manusia.
Prinsip
mendasar dari sekolah inklusif adalah bahwa, selama memungkinkan, semua anak
seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedan
yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon
terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari pada siswanya.
B.
Landasan filosofis (Nilai ideal negara Indonesia)
Nilai
Religius
(Berbagai Ayat suci Al Qur’an yang bernuansa Inklusi).
Nilai religius yang dapat digali pada ayat suci Allah di
dalam Al Qur’an yang menyatakan bahwa Tuhan menyatakan semua makhluk itu sama.
Beberapa ayat yang dapat dijadikan pedoman antara lain :
At
Tin ayat 4 yang berbunyi : ..sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Al
Hujarat ayat
11, 13 yang berbunyi : ..hai orang yang
beriman janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh
jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olokkan) … manusia diciptakan berbagai bangsa untuk kenal mengenal …
(ayat 13).
Nilai
Negara Pancasila
Indonesia yang memiliki nilai ideal yaitu Pancasila yang dibangun di atas
nilai-nilai religius dan materialis percaya bahwa Tuhan itu maha pencipta
dengan segala keberadaannya. Termasuk dalam menciptakan anak berkebutuhan
khusus. Setiap makhluk hidup memiliki kesamaan derajat dengan makhluk ciptaan
lainnya walaupun pada dasarnya seluruh ciptaan tersebut memiliki kelemahan dan
kelebihan.
Dalam
Pancasila anak luar biasa dipandang sebagai ciptaan yang suci, mulia dan sama derajatnya
dengan ciptaan Tuhan yang lain. Mereka harus mendapat perlakuan yang adil, baik
dalam keluarga, masyarakat, atau di sekolah. Oleh sebab itu anak yang
berkebutuhan khusus perlu mendapat perlindungan, pemeliharaan dan kasih sayang,
karena itulah tugas serta tanggung jawab dari setiap manusia di dunia ini.
Menurut
Befring ( Menuju Inklusi, 68 ), kunci dasar pendidikan adalah penghargaan bagi
setiap siswa dan variasi dipandang sebagai sumber daya bukannya sebuah masalah. Pada sekolah inklusi anak berkebutuhan khusus akan berkembang
melalui pengajaran dan dukungan dari teman sebayanya. Jadi pendidikan inklusi
merupakan refleksi pandangan moral yang memberikan penghargaan atas perbedaan.
Sehingga siswa dapat belajar satu sama lain karena hal itu akan mereka lakukan
pada dunia nyata.
C.
Makna Pendidikan
Inklusi
Inklusi
berasumsi
bahwa hidup dan belajar bersama adalah suatu cara yang lebih baik, yang dapat
memberikan keuntungan bagi setiap orang, bukan hanya anak?anak yang diberi
label sebagai yang memiliki suatu perbedaan. Inklusi dapat dipandang sebagai
suatu proses untuk menjawab dan merespon keragaman di antara semua individu
melalui peningkatan partisipasi dalam belajar, budaya dan masyarakat, dan
mengurangi ekslusi baik dalam maupun dari kegiatan pendidikan.
Pendidikan
inklusi berkenaan dengan aktivitas memberikan respon yang sesuai kepada spektrum yang luas dari kebutuhan belajar baik dalam setting
pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan inklusi merupakan pendekatan
yang memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga
mampu merespon keragaman siswa. Pendidikan inklusi bertujuan dapat
memungkinkan guru dan siswa untuk merasa nyaman
dengan keragaman dan melihatnya sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam
lingkungan belajar, dan pada suatu problem.
Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan inklusi
adalah proses pendidikan yang memungkinkan semua
anak berkesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan kelas reguler,
tanpa memandang kelainan, ras, atau karakteristik lainnya.
D.
Tujuan Pendidikan
Inklusi
Pendidikan
inklusi memberikan berbagai kegiatan dan pengalaman, sehingga semua
siswa
dapat berpartisipasi
dan berhasil dalam kelas reguler yang ada di sekolah tetangga atau sekolah
terdekat. Dengan demikian kehadiran pendidikan inklusi berpotensi
mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi setiap anak dengan segala
keragamannya, terutama anak berkebutuhan khusus.
Pendidikan
inklusi adalah sebuah proses pendidikan bagi semua anak. Hal ini melibatkan
semua anak tanpa menghiraukan bagaimana kondisi siswa. Sehingga, penyesuaian
pendidikan harus dirancang berdasarkan pada kebutuhan khusus dari semua anak.
Pendidikan inklusi mengandung konsekuensi
bahwa dibutuhkan adanya perubahan di sekolah maupun di lembaga pendidikan
lainnya. Pertama, perubahan harus ditekankan lebih pada pengembangan kesadaran
sosial, termasuk di dalamnya pengembangan kontak dan komunikasi di antara
siswa. Kedua, penyesuaian dari isi pembelajaran. dalam rangka menciptakan
pendidikan yang lebih bermakna bagi setiap pribadi siswa mesti dilakukan secara
baik.
Dengan demikian
maka tujuan pendidikan inklusi ini berarti menciptakan dan membangun
pendidikan
yang berkualitas menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima
keanekaragaman, dan menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang
menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana sosial kelas yang
menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi,
suku.
BATASAN,
FAKTOR PENYEBAB DAN DAMPAK ABK
A.
Pengertian
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak dengan kebutuhan khusus (children
with special needs) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami
gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah
sebagaimana anak-anak pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai
variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan
handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai
berikut:
a.
Disability: keterbatasan atau
kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment)
untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas
normal, biasanya digunakan dalam level individu.
b.
Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan
dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan
pada level organ.
c.
Handicap: Ketidak beruntungan individu
yang dihasilkan dari impairment atau disability yang
membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Anak berkebutuhan khusus
(Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Anak berkebutuhan khusus dibagi menjadi dua kategori yaitu anak yang
memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen akibat kelainan tertentu, dan
temporer yaitu mereka yang
mengalami hambatan belajar dan perkembangan yang disebabkan oleh situasi dan
kondisi lingkungan. Anak dengan kebutuhan khusus temporer misalnya ketika ia
kesulitan menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru akibat kerusuhan, bencana
alam, atau anak yang kesulitan
membaca akibat kekeliruan guru dalam mengajar, anak yang mengalami
kedwibahasaan, dan hambatan belajar serta perkembangan akibat pengaruh isolasi
budaya dan masalah social ekonomi. Anak berkebutuhan temporer masih dapat
diupayakan menjadi anak yang normal, namun apabila tidak mendapatkan penanganan
khusus yang tepat dan sesuai dengan kelainan yang disandangnya, dapat berubah
menjadi permanen.
Baik anak berkebutuhan khusus permanen maupun temporer memiliki
perkembangan hambatan belajaran dan kebutuhan yang berbeda-beda, yang
disebabkan oleh beberapa faktor
seperti faktor lingkungan, faktor personal dari dalam diri anak sendiri, dan
kombinasi antara keduanya (lingkungan dan personal).
B.
Istilah
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Beberapa istilah anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen antara lain:
a. Anak Tunanetra,
yaitu anak yang mengalami gangguan daya penglihatan, berupa kebutaan menyeluruh
(blind) atau sebagian (low vision).
b. Anak Tunarungu,
adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik sebagian (hard of hearing) atau menyeluruh (deaf) dan biasanya memiliki hambatan
dalam berbahasa dan berbicara.
c. Anak Tunagrahita,
adalah anak yang memiliki intelegensia yang signifikan berada dibawah rata-rata
dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam
masa perkembangan.
d. Anak Tunadaksa,
adalah anak yang memilki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-mosculer (syaraf otot) dan struktur tulang yang bersifat bawaan
seperti cerebral palsy (kelainan syaraf otak), dan kelumpuhan
akibat penyakit polio.
e. Anak Tunalaras,
adalah anak yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
social
i.
Anak dengan gangguan perilaku
1. Anak
dengan gangguan perilaku taraf ringan
2. Anak
dengan gangguan perilaku taraf sedang
3. Ank
dengan gangguan perilaku taraf berat
ii.
Anak dengan gangguan emosi
1. Anak
dengan gangguan emosi taraf ringan
2. Anak
dengan gangguan emosi taraf sedang
3. Anak
dengan gangguan emosi taraf berat
f. Anak dengan Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) atau Attention and Hyperactivity
Disorder (ADHD), adalah anak
yang mempunyai kelainan mekanisme tertentu pada sistem syaraf pusat yang
mengakibatkan anak menjadi hiperaktif, tidak bisa beristirahat, berperilaku
tidak sabaran, kesulitan untuk memusatkan perhatian dan impulsif.
g. Anak Autis,
adalah suatu kondisi yang dialami seorang anak sejak lahir ataupun saat masa
balita, yang membuat dirinya tidak mampu membentuk hubungan sosial atau
berkomunikasi.
h. Anak Tunaganda,
adalah anak yang memiliki dua atau lebih gangguan sehingga diperlukan
pendampingan, pelayanan pendidikan khusus dan alat bantu belajar yang lebih
khusus lagi.
i.
Anak
lamban belajar (slow learner), adalah anak
yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata, tetapi belum
termasuk gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk
dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik
j.
Anak
dengan kesulitan belajar (learning disability),
adalah anak yang mengalami kesulitan belajar yang berhubungan dengan
perkembangan dan akademik.
k. Anak yang mengalami gangguan
komunikasi adalah anak yang mengalami masalah dalam berbahasa,
berbicara dan mendengar.
l.
Anak
yang memiliki potensi kecerdasan di atas rata-rata dan/atau bakat istimewa
(gifted and talented) adalah anak
dengan potensi kecerdasan berhubungan dengan kemampuan intelektual istimewa.
i.
Cerdas istimewa (gifted and genius) yaitu andak dengan IQ di atas
rata-rata
ii.
Bakat istimewa (talented) yaitu anak dengan bakat khusus baik akademik atau non
akademik
C.
Faktor-faktor
yang Menyebabkan Tunagrahita
Menurut Kaplan 1997 gangguan mental rendah atau tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa factor,
yaitu:
a. Genetik
(Kromosom Bawaan), meliputi:
i.
Sindroma down (mongoloid)
dengan karakteristik mata yang sipit, dan hidung yang pesek. Faktor penyebab
dalam gangguan kromosom, diantaranya yaitu bertambahnya usia ibu, dan radiasi
sinar-X. Orang dengan sindroma down menunjukkan pemburukan yang jelas dalam
bahasa, daya ingat, keterampilan merawat diri sendiri, dan memecahkan masalah
dalam usia 30 tahunan.
ii.
Sindroma X rapuh merupakan penyebab
tunggal kedua pada tunagrahita. Sindroma ini disebabkan dari mutasi pada
kromosom X yang diketahui sebagai tempat rapuh. Ciri yang terlihat adalah
kepala yang besar dan panjang dan perawakan pendek. Ciri perilaku orang dengan
sindroma ini adalah tingginya angka hiperaktivitas dan gangguan belajar.
iii.
Sindroma Prader-Willi, merupakan akibat
dari penghilangan kecil pada kromosom 15. Orang-orang dengan sindroma ini
menunjukkan perilaku makan yang terlalu dan seringkali obesitas, tunagrahita, perawakan pendek, hipotonia, tangan
dan kaki yang kecil.
iv.
Sindroma tangisan kucing (cat cry
syndrome). Anak-anak dengan sindroma ini kehilangan bagian kromosom 5.
Mereka seringkali mengalami penyimpangan kromosom, seperti telinga yang
letaknya rendah, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang karakteristik
disebabkan oleh kelainan laring, dan sindroma ini menghilang seiring dengan
bertambahnya usia.
b. Faktor
genetik lain, meliputi:
i.
Femilketonuria (PKU), merupakan gangguan
metabolisme bawaan. Sebagian besar pasien ini mengalami tingkat keparahan
tunagrahita yang berat, tetapi beberapa dilaporkan mengalami kecerdasan yang
normal. Gambaran anak dengan PKU adalah hiperaktif dan menunjukkan
gerakan yang aneh pada tubuhnya dan memuntir tangan, perilaku mereka terkadang
menyerupai anak yang autis. Komunikasi verbal dan nonverbal biasanya
terganggu.
ii.
Gangguan Rett, merupakan sindroma
tunagrahita dominan terkait-X yang degeneratif dan hanya mengenai wanita.
Pemburukan keterampilan komunikasi perilaku motorik, dan fungsi sosial dimulai
pada usia 1,5 tahun.
iii.
Neurofibromatosis, merupakan
sindroma neurokutaneus yang paling sering disebabkan oleh gen
dominan tunggal. Gangguan ini mungkin diturunkan, atau mungkin juga karena
mutasi gen yang baru.
iv.
Sklerosis tuberosis merupakan
sindrom neurokutaneus yang kedua. Angka autisme yang
lebih tinggi dibandingkan gangguan intelektual akan menyebabkan orang
memperkirakan gangguan ini.
v.
Sindroma Lesch-Nyhan, merupakan
suatu gangguan yang jarang disebabkan oleh defisiensi suatu enzim yang terlibat
dalam metabolisme urin. Sindroma ini disertai dengan menggigit mulut dan
jari-jari.
vi.
Adrenoleukodistrofi, menyebabkan
gangguan visual dan intelektual, kejang, dan perkembangan menuju kematian.
vii.
Penyakit urin sirup maple, gejala klinis dari
penyakit urin sirup maple tampak
selama minggu pertama kehidupan. Bayi memburuk dengan cepat dan mengalami kejang, iregularitas pernapasan, dan hipoglikemia.
viii.
Gangguan defisiensi enzim lain:
1. Pada
masa sebelum
kelahiran (pra-natal)meliputi:
a.
Infeksi Rubella (cacar Jerman), Rubella telah menggantikan sifilis sebagai
penyebab utama tunagrahita yang
disebabkan oleh infeksi maternal..
b. Penyakit inklusi sitomegalik,
anak-anak dengan tunagrahita dari penyakit ini seringkali memiliki
klasifikasi serebral, atau
hidrosefalus.
c.
Sifilis, sifilis pada wanita hamil
dahulu merupakan penyebab utama berbagai perubahan pada keturunannya, termasuk
tunagrahita.
d.
Toxoplasmosis, dapat ditransmisikan
dari ibu kepada janinnya. Penyakit ini menyebabkan tunagrahita ringan atau
berat, dan pada kasus yang berat, meyebabkan hidrosefalus dan kejang.
e.
Herpes simpleks, dapat
ditransmisikan transplasental, walaupun cara yang paling sering adalah selama
kelahiran.
f. Sindroma
AIDS, menyebabkan banyak janin dari ibu dengan AIDS tidak pernah lahir cukup
bulan karena terjadi lahir mati dan abortus spontan.
g.
Sindroma alcohol janin, seringkali,
anak yang terkena, mengalami gangguan belajar dan gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas.
h. Pemaparan
zat prenatal, pemaparan prenatal seperti heroin, oplate, seringkali menyebabkan
seorang bayi yang kecil untuk usia kehamilannya, dengan lingkaran kepala di
bawah persentil ke-10.
i.
Penyulit kehamilan, toksemia pada
kehamilan dan diabetes maternal yang tidak terkendala memberikan bahaya bagi
janin dan kadang-kadang menyebabkan tunagrahita.
2. Pada
saat kelahiran (perinatal) tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian
yang terjadi saat kelahiran adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia),
dan lahir premature.
3. Pada
saat setelah lahir (post-natal) penyakit-penyakit akibat infeksi
misalnya; meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi
(kekurangan gizi), cedera kepala yang disebabkan karena kendaraan bermotor yang
dapat menyebabkan kecacatan mental.
4. Faktor
Sosiokultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan
intelektual manusia. Tunagrahita
biasanya secara bermakna menonjol di antara orang kelompok sosioekonomi rendah
dan banyak saudaranya yang terkena tunagrahita. Kehamilan pada remaja juga
sering menjadi penyebab tunagrahita.
D.
Faktor-faktor
yang Menyebabkan Tunadaksa
Penyebab tunadaksa dilihat saat terjadinya
kerusakan otak dapat terjadi pada:
a. Sebab
sebelum lahir, antara lain : terjadi infeksi penyakit, kelainan kandungan, kandungan radiasi, saat mengandung
mengalami trauma (Kecelakaan).
b. Sebab
pada saat kelahiran, antara lain : proses kelahiran terlalu lama, proses
kelahiran yang mengalami kesulitan, pemakaian Anestasi yang melebihi
ketentuan.
c.
Sebab setelah proses kelahiran,
antara lain : Kecelakaan, lnfeksi penyakit dan ataxia.
KARAKTERISTIK
ABK
A.
Karakteristik
ABK dengan Gangguan Penglihatan
Anak dengan gangguan pengelihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami gangguan
daya pengelihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus dalam
pendidikan maupun kehidupannya.
Layanan khusus dalam
pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi yang buta, dan bagi yang sedikit pengelihatan diperlukan kaca
pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat diraba dan didengar atau
diperbesar. Di samping itu diperlukan latihan orientasi dan
mobilitas. Untuk mengenali mereka, kita dapat melihat
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Kurang
melihat (kabur), tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m.
b.
Kesulitan mengambil benda kecil yang ada di dekatnya.
c.
Tidak
dapat menulis mengikuti garis lurus.
d.
Sering meraba-raba dan tersandung waktu berjalan.
e.
Bagian
bola mata yang hitam berwarna keruh atau bersisik kering.
f.
Tidak
mampu melihat.
g.
Peradangan peda kedua bola mata.
h.
Mata
bergoyang terus.
B.
Karakteristik
ABK dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau
sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara
verbal. Walaupun telah
diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan
layanan pendidikan khusus. Ciri-ciri anak tunarungu adalah
sebagai berikut:
a.
Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar.
b.
Banyak perhatian terhadap getaran.
c.
Terlambat dalam perkembangan bahasa.
d.
Tidak ada reaksi terhadap bunyi atau suara.
e.
Terlambat perkembangan bahasa.
f.
Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi.
g.
Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara.
h.
Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh atau
monoton.
Selain itu, anak tunarungu
juga memiliki ciri-ciri:
a. Fisik, kesan lahiriah tidak
menampakan adanya kelainan pada anak.
b. Kemampuan akademik, tidak berbeda
dengan keadaan anak-anak normal pada umumnya.
c. Motorik, sering anak tunarunggu
kurang memiliki keseimbangan motorik dengan baik.
d. Sosial-emosional, sering
memperlihatkan rasa curiga yang berlebihan, mudah tersinggung.
C.
Karakteristik
ABK dengan Gangguan Mental Rendah atau Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata
lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi sedangkan
grahita berarti pikiran. Tunagrahita atau Retardasi Mental berarti
keterbelakangan mental. Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (1993)
Mendefinisikan tungrahita adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh daya keterampilan selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Sehingga dapat diketahui tunagrahita adalah anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual dibawah
rata-rata. Anak yang menderita tunagrahita kesulitan dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya.
D.
Karakteristik
ABK dengan Gangguan Motorik (Tunadaksa)
Gangguan perkembangan
motorik sering diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan melimpah (overflow
movements) misalnya ketika anak menggerakkan tangan kanan, tangan kiri ikut
bergerak tanpa sengaja. Berbagai gejala gangguan perkembangan motorik anak
dapat dikenali pada saat anak berolahraga, menari, atau menulis. Anak dengan
gangguan motorik ini biasanya dikenal dengan Tunadaksa. Tuna berarti cacat, Daksa berarti tubuh
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada anggota gerak (tulang, sendi,
otot). Mereka mengalami kelainan gerak karean kelayuhan otot atau gangguan
syaraf otak (disebut Cerebral Palsy/ CP), kelainan neuro-muskular dan struktur
tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk, amputasi, polio, dan lumpuh.
Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik, tetapi masih
dapat ditingkatkan melalui terapi, sedangkan yang memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi
sensorik berat yaitu memiliki
keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan
fisik.
Pengertian anak tunadaksa dapat dilihat dari segi fungsi
fisiknya dan dari segi anatominya. Dari segi fungsi fisiknya, tunadaksa
diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatannya terganggu sehingga
mengalami kelainan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Untuk
meningkatkan fungsinya diperlukan program dan layanan pendidikan khusus.
Peristilahan dalam kelumpuhan dibagi menurut daerah kelumpuhannya.
Kelumpuhan sebelah badan disebut hemiparalise,
kelumpuhan kedua anggota gerak bawah disebut paraparalise.
Ciri-ciri
anak tunadaksa:
a. Jari
tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
b. Terdapat
bagian anggota gerak yang tidak lengkap/ tidak sempurna/ lebih kecil dari
biasa)
c. Kesulitan
dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/ tidak terkendali, bergetar)
d. Terdapat
cacat pada anggota gerak.
e. Anggota
gerak layu, kaku, lemah/ lumpuh.
KLASIFIKASI
ABK
A.
Klasifikasi
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak berkebutuhan khusus temporer dan permanen. Anak berkebutuhan
khusus permanen meliputi:
a.
Anak
dengan gangguan penglihatan (Tunanetra)
Berdasarkan ukuran ketajaman
pengelihatan, anak tuna netra dapat dibagi menjadi:
i.
Mampu
melihat dengan ketajaman pengelihatan (acuity) 20/ 70 artinya anak tunanetra
melihat dari jarak 20 feet atau 20 meter. Mereka digolongkan ke dalam low
vision (keterbatasan pengelihatan).
ii.
Mampu
membaca huruf paling besar di Snellen Chart dari jarak 20 feet (acuty 20/200 –
legal blind) diketegorikan Buta. Ini berarti anak tuna netra melihat huruf E
dari jarak 6 meter, sedangkan ana normal dari jarak 60 meter.
Anak dengan keterbatasan pengelihatan (low
vision)
Karaktersistik anak yang memiliki keterbatasan pengelihatan (low vision):
i.
Mengenal
bentuk atau objek dari berbagai jarak.
ii.
Menghitung
jari dari berbagai jarak.
iii.
Tidak
mengenal tangan yang digerakan.
iv.
Memicingkan
mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat mencoba
melihat sesuatu.
v.
Menulis
dan membaca dengan jarak yang sangat dekat.
Kelompok yang mengalami keterbatasan
pengelihatan berat (buta)
i.
Mempunyai
persepsi cahaya (light perception).
ii.
Tidak
memiliki persepsi cahaya (no light perception).
Dalam prespektif pendidikan, tunanetra
dikelompokan menjadi:
i.
Mereka
yang mampu membaca huruf cetak standar.
ii.
Mampu
membaca huruf cetak stanadar, tetapi dengan bantuan kaca pembesar.
iii.
Mampu
membaca huruf cetak dalam ukuran besar (ukuran huruf no. 18).
iv.
Mampu
membaca huruf cetak secara kombinasi, cetakan regular dan cetakan besar.
v.
Menggunakan
Braille tetapi masih bisa melihat cahaya.
Keterbatasan anak tunanetra:
i.
Keterbatasan
dalam konsep dan pengalaman baru.
ii.
Keterbatasan
dalam berinteraksi dalam lingkungan.
iii.
Ketarbatasan
dalam mobilitas.
Kebutuhan pembelajaran anak
tunanetra
Karena keterbatasan anak tunanetra seperti tersebut di atas maka
pembelajaran begi mereka mengacu pada prinsip-prinsip senagai berikut:
i.
Kebutuhan
akan pengalaman konkret.
ii.
Kebutuhan
akan pengalaman yang terintegrasi.
iii.
Kebutuhan
dalam berbuat dan bekerja dalam belajar.
Media belajar anak tunanetra dikelompokan menjadi dua yaitu:
i.
Kelompok
buta dengan media penulisan Braille.
ii.
Kelompok
low vision dengan media tulisan awas yang dimodifikasi (misalnya tipe huruf
diperbesar dan penggunaan alat pembesar).
b.
Anak
dengan gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang
kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami
gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan pendidikan
khusus.
Klasifikasi
tunarungu berdasarkan tingkat
gangguan pendengaran adalah:
i.
Gangguan
pendengaran sangat ringan(27-40dB),
ii.
Gangguan
pendengaran ringan(41-55dB),
iii.
Gangguan
pendengaran sedang(56-70dB),
iv.
Gangguan
pendengaran berat(71-90dB),
v.
Gangguan
pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).
c.
Klasifikasi
ABK dengan Gangguan Mental Rendah atau Tunagrahita
Tunagrahita merupakan kata
lain dari Retardasi Mental (mental retardation). Tuna berarti merugi sedangkan
grahita berarti pikiran. Tunagrahita atau Retardasi Mental berarti
keterbelakangan mental. Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (1993)
Mendefinisikan tungrahita adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, terutama ditandai oleh daya keterampilan selama
masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat intelegensi yaitu
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Sehingga dapat diketahui tunagrahita adalah anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual dibawah
rata-rata. Anak yang menderita tunagrahita kesulitan dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya.
Seseorang dapat diukur
tingkat kecerdasannya melalui tes intelegensi yang hasilnya disebut dengan IQ
(intelligence quitient). Klasifikasi ABK dengan gangguan mental rendah
(Tunagrahita) berdasarkan skor IQ sebagai berikut:
i.
Tunagrahita ringan memiliki IQ 50-70
(Mild atau Debil atau Moron atau Mampu Didik)
Anak tunagrahita ringan atau mampu didik (debil) adalah anak
tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia masih
memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik
antara lain membaca, menulis, dan berhitung, serta kepentingan kerja dikemudian
hari.
ii.
Tunagrahita sedang memiliki IQ 25-50
(Imbecile atau Moderate atau Mampu Latih)
Anak tunagrahita sedang atau mampu latih (imbecile) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sedimikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang
diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, ada beberapa
kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, seperti belajar
mengurus diri sendiri misalnya mandi, belajar menyesuaikan lingkungan rumah
atau sekitarnya, dan mempelajari kegunaan ekonomi dimanapun ia berada.
iii.
Tunagrahita berat memiliki IQ dibawah 25
(Idiot atau Mampu Rawat)
Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang
memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri
atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan
orang lain.
d.
Anak
dengan kecerdasan dan bakat istimewa (Gifted and Talented)
Anak yang memiliki potensi kecerdasan tinggi (giftted) dan Anak yang
memiliki Bakat Istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment)
di atas anak-anak seusianya (anak
normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan
pendidikan khusus. Anak cerdas istimewa memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1) Membaca
pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2) Memiliki
rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.
3) Mempunyai
inisiatif, kreatif dan original dalam menunjukan gagasan.
4) Mampu
memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logis, sitimatis dan kritis.
5) Terbuka
terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan.
6) Dapat
berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau
bidang yang diminati .
7) Senang
mencoba hal-hal baru.
8) Mempunyai
daya imajinasi dan ingatan yang kuat.
9) Senang
terhadap kegiatan intelektual dan pemecaha-pemecahan masalah.
10) Cepat menangkan hubungan sebab akibat.
11) Tidak
cepat puas.
12) Lebih
senag bergaul dengan anak yang lebih tua usianya.
13) Dapat
menguasai dengan cepat materi pelajaran.
e.
Anak
dengan gangguan anggota gerak atau tunadaksa.
Klasifikasi anak tunadaksa
berdasarkan kelainan pada sistem saraf pusat (Cerebral System Disorders)
digolongkan menjadi :
1. Penggolongan
Celebrai palsy menurut derajat kecacatan meliputi:
i.
Golongan ringan adalah mereka yang dapat
berjalan tanpa menggunakan alat berbicara tegas dan dapat menolong dirinya
sendiri.
ii.
Golongan sedang ialah mereka yang
membutuhkan treatment atau latihan untuk bicara, berjalan dan mengurus
dirinya sendiri.
iii.
Golongan Berat, Golongan ini selalu
membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara dan menolong diri sendiri.
2. Penggologan
Celebral Palsy menurut Topografi
i.
Monoplegia, adalah kecacatan satu
anggota gerak, Al kaki kanan.
ii.
Hemiplegia, adalah lumpuh anggota gerak
atas, dan bawah, Al Tangan kanan dan kaki kanan.
iii.
Paraplegi, Lumpuh pada kedua tungkai
kakinya.
iv.
Diplegi, Lumpuh kedua tangan kanan dan
kiri atau kaki kanan dan kiri.
v.
Quadriplegi, adalah kelumpuhan seluruhan
anggota geraknya.
3. Penggolongan
menurut Fisiologi (Motorik), meliputi :
Spastik,
Atetoid, Ataxia, Tremor, Rigid dan Tipe campuran.
f.
Anak
dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras)
Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan menjadi anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan anak yang
mengalami gangguan emosi. Sehubungan dengan itu, William M.C (1975) mengemukakan kedua
klasifikasi tersebut antara lain sebagai berikut:
Anak yang mengalami kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial:
i.
The Semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan
hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya: keluarga
dan kelompoknya. Keadaan seperti ini datang dari lingkungan yang menganut
norma-norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Dengan demikian anak selalu merasakan ada suatu masalah
dengan lingkungan di luar kelompoknya.
ii.
Children arrested at a primitive level
of socialization, anak pada
kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan
yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan kearah
sikap sosial yang benar dan terlantar dari pendidikan, sehingga ia melakukan
apa saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya perhatian
dari orang tua yang mengakibatkan perilaku anak di kelompok ini cenderung
dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih dapat
memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
iii.
Children with minimum socialization
capacity, anak kelompok ini
tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini
disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal hubungan
kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersikap apatis dan egois.
Anak yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
1.
Neurotic behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang
lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu
diselesaikannya. Mereka sering dan mudah dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah, agresif dan perasaan bersalah. Di samping itu kadang mereka
melakukan tindakan lain seperti mencuri dan bermusuhan. Anak seperti ini biasanya dapat dibantu
dengan terapi seorang konselor. Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh sikap
keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh
pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar
yang berat.
2.
Children with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling
berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang
dari kehidupan yang nyata, sudah tidak memiliki kesadaran diri serta tidak
memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan
pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya minuman keras dan obat-obatan.
g.
Anak
dengan kesulitan belajar spesifik (specific learning disability)
Secara garis besar kesulitan
belajar menurut Mulyono Abdurrahman (1995:16-17) dapat diklasifikasikan ke
dalam dua kelompok yaitu;
i.
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan
(developmental learning disabilities)
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan
belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku
sosial. Kesulitan belajar yang bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui
baik oleh orang tua maupun oleh guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran
yang sistematik seperti halnya dalam bidang akademik. Meskipun beberapa
kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering berkaitan dengan
kegagalan dalam pencapaian prestasi akademik, hubungan antara keduanya tidak
selalu jelas.
ii.
Kesulitan belajar akademik (academic learning
disabilities)
Kesulitan belajar akademik
menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang
sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup
penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis dan matematika. Kesulitan belajar
akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan
salah satu atau beberapa kemampuan akademik.
h.
Anak
autis
Autisme adalah suatu istilah
atau nama yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan
kelambatan perkembangan sosial dan
komunikasi yang berat.(Krik&Gallagher,1986:p 427). Anak yang mengalami
autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain sehingga memberikan kesan
tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan utama pada anak autistik
adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering mengulang kata-kata
(echolalia) dan melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang
tertentu dan teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau
perubahan, maka mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan
mondar-mandir sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi
ini juga sering terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada
di tempat yang asing.(Rini Puspitaningrum,1992:p.4-7).
KESIMPULAN
Kunci dasar pendidikan adalah penghargaan bagi setiap siswa dan
variasi dipandang sebagai sumber daya bukannya sebuah masalah. Perbedaan-perbedaan manusia itu normal dan oleh karenanya
pembelajaran itu harus disesuaikan dengan kebutuhan anak bukannya anak yang
disesuaikan dengan kecepatan dan hakikat proses belajar.
Dalam Pancasila anak luar biasa dipandang sebagai ciptaan yang
suci, mulia dan sama derajatnya dengan ciptaan Tuhan yang lain. Mereka harus
mendapat perlakuan yang adil, baik dalam keluarga, masyarakat, atau di sekolah.
Oleh sebab itu anak yang berkebutuhan khusus perlu mendapat perlindungan,
pemeliharaan dan kasih sayang, karena itulah tugas serta tanggung jawab dari
setiap manusia di dunia ini.
Tujuan
pendidikan inklusi yaitu menciptakan dan membangun pendidikan
yang berkualitas menciptakan dan menjaga komunitas
kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan
menghargai perbedaan, menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak
secara penuh dengan menekankan suasana sosial kelas yang menghargai perbedaan
yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Mulyono
Abdurrahman, 2003. Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta.
Abdul Salim
Choiri, Munawir Yusuf, Sunardi. 2009. Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: FKIP UNS
IG. A. K.
Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan
Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka
Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, dkk. 2002. Bimbingan
di Sekolah Dasar. Bandung: CV. Maulana
http://pendidikankhusus.blogspot.com/2009/05/konsep-pendidikan-inklusi_17.html
0 komentar:
Posting Komentar