untuk lebih lengkapnya download di sini
tunggu 5 detik klik "SKIP AD" di pojok kanan atas ^_^
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam-macam Teori Belajar
1) Teori Behavioristik
Secara umum teori behavouristik lebih melihat sosok atau kualitas manusia dari aspek kinerja atau perilaku yang dapat dilihat secara empirik. Perilaku dalam pandangan behavioristik dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan melalui proses mental. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh karena itu, apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat begitu pula sebaliknya.
Berikut ini tokoh aliran behavioristik diantaranya adalah:
a. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi, perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi Thorndike tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Sehingga kelemahan teori Thorndike adalah masih mengakui adanya stimulus dan respon yang tidak dapat diamati dan tidak bisa diukur padahal belajar seharusnya dapat diamati dan diukur agar hasilnya benar-benar berkualitas.
b. Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut tidak perlu diperhitungkan karena dia juga tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
c. Teori Belajar menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun, dia sangat terpengaruh dengan teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Dia menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis sangat penting dalam seluruh kegiatan manusia sehingga dalam memberikan stimulus dikaitkan dengan kebutuhan biologis. Jadi, dalam teori ini kepuasan siswa dari aspek biologis khususnya kebutuhan yang bersifat material agar bisa terpenuhi sehigga tercapai keberhasilan dalam proses belajar .
d. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Demikian juga dengan Guthrie menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan proses belajar. Namun, dalam mengemukakan stimulus tidak dikaitkan dengan kebutuhan biologis seperti Cark Hull dia menjelaskan bahwa stimulus dan respon hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, stimulus harus sering diberikan agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat tetap.
Guthrie juga percaya bahwa dalam proses belajar perlu adanya hukuman tetapi twntu saja hukuman yang diberikan harus sesuai dengan asumsi dan ideologi yang ada pada diri siswa.
e. Teori Belajar Menurut Skinner
Skinner menjelaskan lebih baik lagi tentang belajar tidak sesederhana yang dikemukakan tokoh-tokoh sebelumya. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antara stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu, dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuaensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
2) Teori Kognitif
Teori kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Jadi, teori ini lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan dalam aspek rasional yang dimiliki seseorang. Tokoh-tokoh yang mengembangkan aliran kognitif diantaranya adalah:
a. Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang atau siswa adalah suatu proses yang bersifat genetik artinya proses belajar didasarkan pada mekanisme biologis perkembangan system syaraf. Perkembangan kognitif anak didasarkan atas beberapa tahapan yaitu:
1. Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
2. Preoperasional (2-7/8 tahun)
3. Operasional Konkret (7/8-11/12 tahun)
4. Operasional Formal (11/12-18 tahun)
Guru harus memahami setiap tahap-tahap perkembangan kognitif peserta didiknya agar dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tahap-tahap dan karakteristik siswa sehingga pembelajaran lebih efektif dan efisien.
b. Bruner
Menurutnya pembelajaran adalah suatu proses untk membangun kemampuan mengembangkan potensi kognitif yang ada dalam diri siswa. Pembelajaran menurutnya dipengaruhi oleh dinamika perkembangan realitas yang ada disekitar kehidupan siswa.
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat dilakukan dengan cara gaya mengajar yang dilakukan dengan menggunakan cara kerja dari yang sederhana atau kecil kearah yang lebih rumit atau luas. Dalam istilah Bruner disebut dengan kurikulum spiral yang konsekuensinya adalah gaya pembelajarn yang bersifat sosial atau kontekstual yang berarti materi pelajaran dikaitkan dengan realitas kehidupan peserta didik.
3) Teori Konstruktivisme
Menurut teori ini belajar adalah proses untuk membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Konsekuensinya pembelajaran harus mampu memberikan pengalaman nyata bagi siswa. Sehingga disini guru lebih sebagai fasilitator artinya guru bukanlah satu-satunya sumber belajar yang harus ditiru dan segala ucapan dan tindakannya selalu benar. Akan tetapi, siswa harus aktif, kreatif dan kritis.
4) Teori Humanistik
Dalam teori ini menjelaskan bahwa proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Teori ini lebih menekankan bagaimana persoalan manusia dari berbagai dimensi yaitu dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik sehingga teori ini mencakup teori-teori sebelumnya. Konsekuensinya guru harus mampu memiliki sifat, karakter dan tampilan yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Tokoh-tokoh yang menganut alitran humanistik diantaranya adalah:
a. Kolb
Menurut Kolb ada 4 tahap dalam belajar sebagai berikut:
1. Tahap pengalaman konkret
Belajar akan efektif jika desain dengan cara memberikan pengalaman secara optimal bagi peserta didik.Karena seseorang dapat merumuskan konsep-konsep atau prinsip-prisip bila dia mengalami dan merasakan suatu kejadian atau peristiwa. Namun, pada tahap ini siswa belum bisa memahami dan menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Maka dari itu, guru harus mampu menyediakan fasilitas agar siswa dapat mengelaborasikan pengalamannya sebagai bahan untuk mengembangkan potensi yang dia miliki.
2. Tahap pengamatan aktif dan reflektif
Dalam tahap ini siswa diberi kebebasan untuk melakukan pengamatan secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Selain itu, siswa mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi dan mengapa hal itu bisa sehinga siswa dapat melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialami terjadi.
3. Tahap konseptualisasi
Dalam tahap siswa diberi kebebasan untuk merumuskan hasil pengamatannya.
4. Tahap eksperimen aktif
Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori secara nyata.
b. Honey dan Mumford
Menurut kedua tokoh ini manusia memiliki karakteristik yang berbeda, ada 4 karakteristik yang dimaksud:
1. Kelompok Aktivis/Penggerak
Dalam kegiatan belajar kelompok ini senang pada hal-hal yang sifatnya penemuan baru, pemikiran baru, pengalaman baru dan sebagainya.
2. Kelompok Perenung/Reflektor
Kelompok ini mempunyai ciri berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam melakukan tindakan, tidak mudah dipengaruhi sehingga mereka cenderung konservatif dan memiliki jiwa kemandirian dalam melakukan aktifitas.
3. Kelompok Pengganggu
Kelompok ini mempunyai karakter sangat kritis, suka menanalisis, berpikir rasional dan mempunyai pendirian yang kuat.
4. Kelompok Pragmatis
Kelompok ini mempunyai sifat yang praktis bagi mereka yang baik dan berguna jika dapat dipraktekkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
c. Habermas
Menurut Habermas belajar akan efektif jika ada proses inteaksi antara individu dengan realitas sosial yang ada di sekitar dirinya sehigga guru harus mengkaitkan antara materi pelajaran dengan fenomena kehidupan siswa. Kategori lingkungan belajar tidak hanya meliputi lingkungan yang bersifat geografis tetapi juga lingkungan personal, lingkungan sosial dan kultural.
d. Blomm dan Krathwohl
Kedua tokoh ini lebih menekankan pada apa yang mesti dikuasai individu(sebagai tujuan belajar) setelah melalui peristiwa-peristiwa belajar. Tujuan belajarnya dirangkum ke dalam tiga kawasan yang disebut dengan Taksonomi Blomm.
e. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
f. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
g. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. Experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
B. Analisis Berbagai Teori Belajar
1) Analisis Teori Behavioristik
Dalam teori behavioristik dijelaskan adanya penguatan dan hukuman dalam proses belajar mengajar. Bila hal ini diterapkan dalam pembelajaran memang sangat berpengaruh terhadap siswa karena siswa memang membutuhkan penguatan seperti “ya pekerjaan kamu bagus patut diacungi jempol, besok lebih ditingkatkan lagi ya?.” Adanya hukuman juga dapat membuat siswa sadar akan kesalahannya dan tidak mengulangnya kembali namun hukuman juga bukan berarti dalam bentuk kekerasan. Inilah salah satu keunggulan dari teori behavoristik.
Adanya pencapaian target tertentu dalam teori behavoristik membuat siswa juga tidak kreatif dan tidak produktif inilah yang menjadi kelemahan teori tersebut.. Teori behavioristik juga banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
2) Analisis Teori Kognitif
Teori ini dalam proses belajar sangat berpengaruh terhadap kemajuan intelektual siswa. Namun, disisi lain perkembangan moral kepribadian siswa menjadi sangat miskin karena teori ini hanya mengoptimalkan kemampuan intelektual saja tidak memperhatikan aspek moral. Semestinya, prosese pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara peran kognisi dengan peran afeksi sehingga lulusan pendidikan memiliki kualitas intelektual dan moral kepribadian yang seimbang.
3) Analisis Teori Konstruktivisme
Teori ini memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk belajar dimanapun dan kapanpun tidak harus di ruang kelas sehingga memberikan ruang gerak peserta didik yang luas untuk memperoleh pengetahuan. Di sini peserta didik tidak boleh pasif karena informasi dan pengetahuan yang di dapatkan terbatas. Untuk itu guru perlu memfasilitasi dalam proses belajar mengajar.
4) Analisis Teori Humanistik
Dalam teori ini lebih menekankan pada perkembangan kepribadian individu untuk membangun hal-hal yang positif erat kaitannya dengan emosi positif. Individu diajak untuk bertindak jujur, menghargai, menghormati orang lain dan sikap emosi positif lainnya. Selain itu peserta didik dapat juga diajarkan tentang kemampuan berimajinasi agar kemampuan otaknya dapat berkembang. Tugas guru lebih berat karena harus menampilkan karakter dan sifat yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Sebaiknya guru tidak membawa masalah pada saat mengajar karena dapat menganggu suasana dan jiwa peserta didik.
C. Pergeseran Teori Pembelajaran
a. Pergeseran Teori Behaviorisme
Teori pembelajaran behaviorisme menekankan bahwa proses pembelajaran lebih menekankankan pada pemberian stimulus(rangsangan) dan respon yang muncul dari siswa. Pada model pembelajaran ini kualitas manusia dilihat dari aspek kinerja/perilaku yang dapat dilihat secara empirik(nyata). Jadi meskipun siswa sudah manguasai materi yang disampaikan apabila perilakunya tidak berubah maka dia tetap saja dianggap belum belajar. Disini guru sebagai pusat/titik sentral dalam pembelajran siswa bersifat pasif. Berhasil atau tidaknya pembelajaran tergantung pada stimulus yang diberikan oleh guru. Murid hanya memperhatikan apa yang disampaikan oleh gurunya tidak diberi kebebasan untuk mengungkapkan gagasannya.
Teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan (shaping) yang membawa siswa mencapai target tertentu sehingga menjadikan siswa tidak bebas untuk berkreasi dan berimajinasi. Selain itu, keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya dilihat dari strimulus dan respons yang diberikan akan tetapi juga ada hal penting yaitu pemberian hukuman yang diberikan kepada siswa yang bersalah sehingga diharpkan tingkah lakunya akan berubah.
Di indonesia model pembeljaran ini masih dominan baik di Taman Kanak-Kanak, SD, SMP, bahkan sampai Perguruan tinggi. Hal ini nampak dari cara guru mengajar di kelas yang masih menenapkan sistem DDCH(datang, duduk, catat, dan hafal), bersifat otoriter terhadap muridnya, pemberian hukuman jika bersalah, dan lain-lain.
Hal ini sungguh memprihatinkan karena adakalaya pemberian hukuman tidak memberikan efek jera akan tetapi malah justru membuat siswa menjadi tertekan dan pada akhirnya bisa memberontak. Hal ini mulai disadari oleh pada para pelaku pendidikan sehingga seiring dengan perkembangan zaman perkembangan teori ini mulai tergeserkan diganti dengan model pembelajran baru yang dianggap lebih efektif dan efisien misalnya model pembelajaran Active Leraning yang lebih menekankan siswa untuk aktif dalam mengembangkan potensinya. Jadi kalaupun model pembelajaran ini masih diterapkan dalam proses pendidikan kita sudah mulai diinovasi tidak seperti dulu lagi yang masih sangat kental dengan otoriter dan menuntut siswa untuk patuh terhadap gurunya. Sekarang sudah mampu memberikan kesempatan kepada siswanya untuk berpikir kreatif dan mengembangkan potensinya.
b. Teori Kognitivisme
Pada hekekatnya teori kognitif adalah sebuah teori pembelajaran yang cenderung melakukan praktek yang mengarah pada kualitas intelektual peserta didik serta proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional anak. Teori ini merupakan bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model persptual, yaitu untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap sesuatu obyek.
Pembelajaran di Indonesia pada umumnya lebih cenderung berorientasi pada intelektual, artinya semua aktivitas pembelajaran yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menlai, dan memikirkan lingkungannya. Teori kognitif berbeda dengan teori behavioristik karena teori ini lebih menekankan pada bagaimana informasi diproses dan menghasilkan sebuah informasi sedangkan behavioristik lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespon terhadap stimulus yang dating terhadap dirinya.
Kebaikan dari teori ini adalah dimana teori ini lebih menghargai proses pembelajaran dibandingkan dengan menilai hasil pembelajaran itu sendiri, jadi apabila diterapkan dalam proses pembalajaran yang sesungguhnya guru harus benar-benar memahami tahap-tahap perkembangan dan kemampuan muridnya dalam menguasai materi-materi yang telah diberikan, hal ini dimaksudkan agar pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
c. Pergeseran Teori Konstuktivisme
Pada teori konstruktivisme lebih menekankan pada pengembangana potensi siswa, dimana guru hanya sebagai fasilitator saja sehingga siswa dituntut untuk aktif, kreatif, dan kritis. Pembelajaran yang dilaksanakan harus mampu memberikan pengalaman nyata pada siswa. Setelah itu diharapkan siswa dapat benar-benar memahami dan menghayati materi yang disampaikan. Semua fasilitas dan suasana didesain senyaman mungkin agar pembelajaran terasa menyenangkan. Di dalam pembelajaran ini guru bukan merupakan satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Siswa diberikan kebebasan untuk berpendapat/ mengungkapkan gagasanya. Jadi disini proses pembelajaran bersifat demokratis. Guru dituntut untuk tidak otoriter terhadap siswanya.
Sebenarnya model pembelajaran ini sangat bagus karena menempatkan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran bukan sebagai objek. Selain itu juga melatih siswa untuk berpikir kreatif/ berfikir tingkat tinggi dimana bukan sekedar mengerti, paham, dan hafal saja akan tetapi juga berfikir bagaimana cara menciptakan sesuatu yang baru atau menginovasi apa yang sudah ada dari apa yang telah disampaikan guru.
Sayangnya jika teori ini diterapkan secara murni siswa yang berkemampuan kurang/ tidak memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar akan tertinggal dari teman-teman yang lainya.
Seiring dengan perkembangan zaman, dalam proses pelaksanaanya teori konstruktivisme mengalami pergeseran dimana menglami kemajuan karena dibantu dengan perkembangan teknologi. Sebagai contoh dengan adanya internet akan memudahkan siswa dalan mengakses segala informasi yang dibutuhkan sehingga diharapkan siswa yang pandai memnfaatkan waktu akan semakin menguasi apa yang disampaikan oleh gurunya dan mampu memberikan inspirasi kepada siswa uantuk berfikir kreatif.
d. Pergeseran Teori Humanistik
Tujuan belajar dari teori humanistik adalah memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika siswa dapat memahami dirinya sendiri dan dapat memahami lingkungannya. Pada teori konstruktivisme guru adalah sebagai fasilitator, begitu pula pada teori humanistik, guru juga sebagai fasilitator yang memberikan arahan dan motivasi agar siswa dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Tujuan teori ini adalah mengharapkan terciptanya manusia yang ideal. Untuk itu, motivasi dan pengalaman emosional sangant penting dalam peristiwa belajar.
Guru sebagai fasilatator harus mampu menciptakan situasi yang kondusif agar siswa memiliki kebebasan untuk beraktualisasi, berpikir alternative dan kebebasan untuk menemukan konsep dan prinsip.
Teori humanistik bersifat ideal yaitu memanusiakan manuasia sehingga mampu memberikan arahan terhadap semua komponen pembelajaran, dalam prosesnya semua sarana prasarana dapat digunakan asalkan dapat memanusiakan manusia. Teori ini mementingkan siswa agar berfikir induktif yaitu mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivisme hampir sama dengan teori humanistik, sedangkan pergeserannya adalah pada teori humanistik lebih mementingkanterciptanya manusia yang ideal.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di era sekarang ini ada beberapa teori pembelajaran yang dipakai sebagai panduan oleh guru untuk mengajar peserta didiknya, misalnya teori behavioristik, teori kognitivisme, teori konstruktivisme, dan teori humanistic. Teori-teori tersebut sudah digunakan di masa lalu, namun sampai saat ini dan akan datang teori tersebut masih digunakan dan terus diperbaharui lagi. Oleh karena itu dalam makalah ini, akan membahas lebih rinci tentang teori-teori pembelajaran tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apakah pengertian dari teori behavioristik, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanistic?
b. Bagaimana analisis dari masing-masing teori tersebut?
c. Mengapa terjadi pergeseran antar teori-teori tersebut?
C. TUJUAN
Pembaca mengerti dan memahami berbagai teori belajar dan pembelajaran serta mampu menganalisis teori-teori pembelajaran. Selain itu pembaca juga mengetaui bagaimana pergeseran antar teori-teori tersebut.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam makalah ini, penulis membagi menjadi tiga bagian, yaitu pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Pendahuluan berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan. Pembahasan merupakan inti atau isi dari makalah. Penutup berisi kesimpulan dan saran.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Masing-masing teori pembelajaran pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada teori yang benar-benar sempurna; yaitu tidak ada yang paling baik maupun paling jelek, semuanya saling berkaitan.
b. Saran
Untuk pembelajaran, sebaiknya tidak hanya memakai satu teori saja. Teori-teori tersebut perlu dikombinasikan dan diperbaharui oleh para guru atau pendidik agar berjalan seimbang dan mampu menciptakan inovasi pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Saekhan Muchith.2008.Pembelajaran Kontekstual.Semarang:Rasail
Alex Sobur.2003.Psikologi Umum.Bandung:Pustaka Setia
http//www.wikipedia.com
untuk lebih lengkapnya download di sini
tunggu 5 detik klik "SKIP AD" di pojok kanan atas ^_^
0 komentar:
Posting Komentar